ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
NAMA : IKA SETIA RINI
KELAS : 2EB22
NPM : 23216396
DOSEN : TIA CHISCHA ANGGREANI
1.
HUKUM
PERIKATAN
a.
Pengertian Hukum
perikatan
suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas
sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta
kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian
atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat
diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law
of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam
bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers
onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian
perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang
atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu.
pengertian hukum perikatan menurut para
ahli.
Menurut Salim HS, Pengertian
Hukum Perikatan adalah suatu kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum lainnya di
dalam suatu bidang yang tertentu (harta kekayaan), yang di mana subjek hukum
yang satu berhak atas suatu prestasi, sedangkan subjek hukum yang lain
berkewajiban untuk memenuhi prestasi.
Pengertian
Hukum Perikatan Menurut Subekti adalah suatu hubungan hukum
yang terjadi antara dua orang atau dua pihak, yang di mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi
tuntutan tersebut. Perikatan sendiri merupakan suatu pengertian yang abstrak.
Abdulkadir
Muhammad mengatakan bahwa Pengertian Hukum Perikatan ialah
hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lainnya
karena perbuatan, peristiwa atau keadaan. Dari ketentuan ini diketahui bahwa
perikatan itu terdapat di dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property),
bidang hukum keluarga (family law), bidang hukum waris (law of
succession), dan di dalam bidang hukum pribadi (law of personal) dan
dikenal dengan perikatan di dalam arti luas. Sedangkan di dalam arti sempit
hanya di dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property) saja.
Menurut
Hofmann, Pengertian Hukum Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara
sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau
beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara
tertentu terhadap pihak yang lainnya, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Dalam Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, Hukum Perikatan diartikan sebagai hubungan hukum yang terjadi
antara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta
kekayaan; yang di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya
wajib memenuhi prestasi itu.
Adapun Pengertian Hukum Perikatan dalam Hukum Islam, yaitu 'aqdun dan akad.
Akad sendiri memiliki beberapa pengertian. Menurut Pendapat Para Ulama Ahli
Fih, Akad adalah sesuatu yang dengannya akan sempurna perpaduan antara 2 (dua)
macam kehendak, baik dengan kata atau yang lain, dan kemudian karenanya timbul
ketentuan atau kepastian pada dua sisinya.
b.
TUJUAN
Hukum perikatan
untuk melindungin antara kedua belah pihak
agar perikatan yang di dilakukan sesuai undang undang kesusilaan dan tata
aturan yang berlaku agar tidak terjadi penipuan di dalam kegiatan kerja sam
tersebut. Apabila salah sau pihak ingkar dari ketetapan yang telah di di
tentukan , maka dengan di buatnya hukum perikatan pihak yang dirugikan dapat
melaporkannya kepada pihak yang berwajib atas itu.
c.
Fungsi Hukum Perikatan
Fungsi melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang
bertentangan dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan,
contoh : dilarang membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat
tinggi, bunga yang amat tinggi tersebut bertentangan dengan asas
kepatutan.
2. Fungsi menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.
2. Fungsi menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.
d.
Contoh Kasus Hukum Perikatan
Kasus Surabaya Delta Plaza
· Kronologi
Kasus
Pada permulaan PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP)
dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk
memasarkannya. Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara
persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat kota
Surabaya itu. Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan PT
surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan ruangan seluas 888,71
M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi
Furniture. Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu, pengelola PT
Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa
Menyewa” dihadapan Notaris. Dua belah pihak bersepakat mengenai
penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang
bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan. Tarmin bersedia membayar
semua kewajibannya pada PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP), tiap bulan terhitung
sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10
dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran.
Kesepakatan antara pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) dengan Tarmin
dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya
tinggal perjanjian. Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah dipenuhi,
Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi
tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya. Bahkan menurutnya,
Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak PT Surabaya Delta Plaza (PT.
SDP) telah membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk
menunda pembayaran. Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan
kembali di akhir tahun 1991. Namun pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT.
SDP) berpendapat sebaliknya. Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa
ruangan tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991, Tarmin seharusnya membayar
US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT SDP. Meski kian hari jumlah
uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus bertambah,
Tarmin tetap berkeras untuk tidak membayarnya. Pengelola PT Surabaya
Delta Plaza (PT. SDP), yang mengajak Tarmin meramaikan pertokoan itu.
Pihak pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP)
menutup COMBI Furniture secara paksa. Selain itu, pengelola PT Surabaya
Delta Plaza (PT. SDP) menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.
Analisis :
Perjanjian diatas bisa dikatakan sudah ada
kesepakatan, karena pihak PT. Surabaya Delta Plaza dan Tarmin Kusno dengan rela
tanpa ada paksaan dari pihak manapun untuk menandatangani isi perjanjian
Sewa-menyewa yang diajukan oleh pihak PT. Surabaya Delta Plaza yang dibuktikan
dihadapan Notaris.
Tapi ternyata Tarmin Kusno tidak pernah memenuhi
kewajibannya untuk membayar semua kewajibannya kepada PT Surabaya Delta Plaza,
dia tidak pernah peduli terhadap tagihan – tagihan yang datang kepadanya dan
dia tetap bersikeras untuk tidak membayar semua kewajibannya. Maka dari
itu Tarmin Kusno bisa dinyatakan sebagai pihak yang melanggar perjanjian atau
telah melakukan wanprestasi.
Dengan alasan inilah pihak PT Surabaya Delta Plaza
setempat melakukan penutupan COMBI Furniture secara paksa dan menggugat Tamrin
Kusno di Pengadilan Negeri Surabaya. Dan jika kita kaitkan dengan Undang-undang
yang ada dalam BW, tindakan Pihak PT Surabaya Delta Plaza bisa dibenarkan.
Dalam pasal 1240 BW,
dijelaskan bahwa : Dalam pada itu si piutang adalah behak menuntut akan
penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan perikatan, dan
bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh Hakim untuk menyuruh menghapuskan
segala sesuatuyang telah dibuat tadi atas biaya si berutang; dengan tak
mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk
itu.
Dari pasal diatas, maka pihak PT Surabaya Delta Plaza
bisa menuntut kepada Tarmin Kusno yang tidak memenuhi suatu perikatan dan dia
dapat dikenai denda untuk membayar semua tagihan bulanan kepada PT Surabaya
Delta Plaza.
Seharusnya Tarmin Kusno bertanggung jawab atas semua
kewajiban-kewajibannya yang telah ia sepakati sebelumnya dan harus menerima
semua resiko yang dia terima
2.
HUKUM
PERJANJIAN
a.
Pengertian Hukum Perjanjian
Salah
satu bentuk hukum yang berperan nyata dan penting bagi kehidupan masyarakat
adalah Hukum Perjanjian.Hukum perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat
adanya suatu pihak yang mengikatkan dirinya kepada pihak lain.Atau dapat juga
dikatan hukum perjanjian adalah suatu hukum yang terbentuk akibat seseorang
yang berjanji kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal.Dalam hal ini,kedua
belah pihak telah menyetujui untuk melakukan suatu perjanjia tanpa adanya
paksaan maupun keputusan yang hanya bersifat sebelah pihak.
b.
Tujuan Hukum Perjanjian
Tujuan utama
dalam membuat sebuah perjanjian adalah mengatur hubungan hukum para pihak yang
mengikatkan diri satu sama lain.
Bila dalam
pelaksanaan hubungan hukum terjadi sengketa, maka perjanjian dapat dijadikan
sebagai alat bukti di hadapan pengadilan. Perjanjian dapat membuktikan adanya
hubungan hukum diantara pihak yang secara nyata telah menandatangani perjanjian
tersebut. Perjanjian juga merupakan dasar untuk menuntut ganti rugi yang
disebabkan pelanggaran.
c.
Fungsi Hukum Perjanjian
- Fungsi melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan
asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan, contoh : dilarang
membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat tinggi, bunga
yang amat tinggi tersebut bertentangan dengan asas kepatutan.
- Fungsi menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau
dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan
adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa
isian tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.
d.
Contoh Kasus Hukum Perjanjian
Pada hari ini, Rabu 12 Januari 2007,
Kami yang bertandatangan dibawah ini:
1.
PT Asal Sebut, Tbk, berkedudukan dan beralamat di jalan Sukarame
No. 4 Bandar Lampung, yang dalam hal ini diwakili oleh Drs. John Grisham dalam
kapasitasnya selaku Direktur Utama PT Asal Sebut, Tbk, oleh karenanya sah
bertindak untuk dan atas nama PT Asal Sebut, Tbk, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA;
2.
PT Mekar Wangi, berkedudukan dan beralamat di jalan Bumi
Manti No.64, Bandar
Lampung, yang dalam hal ini diwakili oleh H. Steven Chow dalam kapasitasnya
selaku Presiden Direktur PT Mekar Wangi, oleh karenanya sah bertindak untuk dan
atas nama PT Mekar Wangi, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA;
Bahwa pada saat ini Pihak Pertama
sebagai (misalnya pemberi proyek) dan Pihak Kedua sebagai (misal pelaksana
proyek) telah berselisih paham tentang pelaksanaan pembangunan proyek jalan tol
bebas hambatan Kampung Baru-Kampus Unila, sesuai dengan Akta Perjanjian
Kerjasama Nomor 2, tanggal 20 Maret 2006 yang dibuat dihadapan Hamzah,SH., MH,
Notaris di Bandar Lampung, dimana didalam perjanjian kerjasama tersebut tidak
diatur secara jelas dan lengkap cara dan tempat penyelesaian sengketa yang
timbul akibat dari perjanjian tersebut.
Bahwa sehubungan dengan perselisihan
paham tentang pelaksanaan proyek jalan tol bebas hambatan Kampung Baru-Kampus
Unila sebagaimana tersebut di atas, bersama ini Pihak Pertama dan Pihak Kedua
telah setuju dan sepakat untuk menyelesaikan pserselisihan paham tersebut
melalui (misal Badan Arbitrase Nasional Indonesia), sesuai dengan peraturan dan
prosedur Badan Arbitrasi Nasional Indonesia yang putusannya bersifat final dan
mengikat.
Bahwa selanjutnya Pihak Pertama dan
Pihak Kedua telah setuju dan sepakat bahwa penyelesaian sengketa dihadapi para
pihak akan diselesaikan oleh Majelis Arbiter, dimana Pihak Pertama telah
menunjuk Sdr. DR. Wahyu Sasongko, sebagai arbiter dan Pihak Kedua telah
menunjuk Sdr. Ir. Fadli, sebagai arbiter, selanjutnya untuk Ketua Majelis
Arbiter Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah setuju dan sepakat untuk
menyerahkannya kepada Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia untuk
menentukannya.
Demikian perjanjian arbitrase ini
dibuat dan mengikat kedua belah pihak serta dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA
Drs. John Grisham H. Steven Chow
3.
HUKUM DAGANG
a.
Pengertian Hukum Dagang
hukum yang mengatur
hubungan antara suatu pihak dengan pihak lain yang berkaitan dengan urusan-urusan dagang. ... Hukum dagang masuk dalam
kategori hukum perdata,
tepatnya hukum perikatan.
Alasannya karena hukum dagang berkaitan
dengan tindakan manusia dalam urusan dagang.
b.
Tujuan Hukum Dagang
Keterangan yang telah dikemukakan memiliki sebuah
kesimpulan yaitu hukum selalu melekat pada manusia bermasyarakat. Dengan
berbagai peran hukum, maka hukum memiliki fungsi: “menertibkan dan mengatur
pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul”.
Lebih rincinya, fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat dapat terdiri dari:
1. Sebagai alat pengatur tata tertib
hubungan masyarakat: dalam arti, hukum berfungsi menunjukkan manusia mana yang
baik, dan mana yang buruk, sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan
teratur.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin: dikarenakan hukum memiliki sifat dan ciri-ciri yang telah disebutkan, maka hukum dapat memberi keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang salah, dan siapa yang benar, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman sanksi bagi pelanggarnya.
3. Sebagai sarana penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Di sini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.
4. Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa yang memilih sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum konstitusi negara.
5. Sebagai alat penyelesaian sengketa: seperti contoh persengekataan harta waris dapat segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang sudah diatur dalam hukum perdata.
6. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.
Dari sekian penegertian, unsur, ciri-ciri, sifat, dan fungsi hukum, maka tujuan dari perwujudan hukum itu haruslah ada. Sesuai dengan banyaknya pendapat tentang pengertian hukum, maka tujuan hukum juga terjadi perbedaan pendapat antara satu ahli dengan ahli yang lain.
c.
Fungsi Hukum Dagang
. Fungsi:
A. Menghindari terjadinya
penyalahgunaan dalam perdagangan.
B. Mencegah terjadinya penipuan.
C. Menjauhkan perdagangan dari
pemerasan.
D. Mengurangi bahkan menghilangkan
kejadian pelanggaran hak cipta.
E. Memusnahkan atau meminimalkan
hal-hal lainnya yang dapat merugikan salah satu piihak dalam perdagangan.
d.
Contoh kasus Hukum Dagang
Kasus hukum dagang
Kasus hukum dagang
Kasus hukum dagang berikut ini
sebenarnya merupakan bagian dari hukum kepailitan. Namun kepailitan juga diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Berikut ini kasus hukum dagang 1.
Sebuah perusahaan mempunyai utang kepada
tiga kreditur. Perusahaan tersebut berjanji akan membayarnya sesuai perjanjian
yang telah disepakati kepada ketiga kreditur tersebut. Setelah dilakukan
beberapa kali penagihan hingga jatuh tempo, utang itu belum juga dilunasi oleh
perusahaan itu. Dalam kondisi seperti ini bisakah perusahaan dipailitkan?
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua
kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang.
Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan ke pengadilan Niaga. Pengajuan itu harus memenuhi persyaratan sesuai dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Kepailitan. Ketentuan yang dimaksud dalam pasal tersebut secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Debitur yang mempunyai dua atau lebih
kreditur dan tidak membayar luna sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.
Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi.
Undang-Undang Kepailitan juga mengatur
syarat pengajuan pailit terhadap debitur-debitur tertentu sebagai berikut:
1. Dalam
hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh
Bank Indonesia
2. Dalam
hal debitu adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dalam
diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
3. Dalam
hal debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun
atau badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Refrensi :
Buku
·
Titik Triwulan Tutik, 2006. Pengantar Hukum Perdata. Yang
Menerbitkan Prestasi Pustaka : Jakarta.
Website
·
Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/13277744#readmore
·
http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=64
Komentar
Posting Komentar